Wisata Danau Toba: Sigale-gale, Sebuah Tarian Kematian
Wisata Danau Toba: Sigale-gale, Sebuah Tarian Kematian

Kunjungan wisata ke Danau Toba di Sumatra Utara tak akan lengkap jika tidak
menyaksikan atraksi budaya Patung Sigale-gale menari yang berlatar sejarah
sekaligus mistis Batak Toba.
Atraksi Patung
Sigale-gale menari bisa dijumpai di kawasan Tomok, Kabupaten Samosir, tepat di
Pulau Samosir yang ada di tengah danau vulkanik terbesar di jagat raya. Pertunjukkan
tarian patung Sigale-gale tergolong langka. Jumlah patung ini juga terbilang
sedikit karena terdapat kepercayaan tidak mudah dalam pembuatannya. Masyarakat
Batak Toba meyakini bahwa pembuat patung Sigale-gale harus menyerahkan jiwanya
kepada boneka kayu buatannya agar patung itu bisa bergerak layaknya manusia
hidup. Beruntung
pertunjukkan tarian mistis ini melekat dalam budaya Batak Toba dan tidak punah
tergerus zaman. Hingga kini masih dapat dijumpai sejumlah patung yang dipahat
puluhan tahun silam.
Di Samosir,
tersiar kabar terdapat setidaknya empat lokasi yang menyajikan atraksi Patung
Sigale-gale menari. Selain di Tomok, satu lokasi yang rutin menggelar atraksi
ini yaitu Museum Hutabolon Simanindo.
Pertunjukkan
Patung Sigale-gale menari dimainkan dengan iringan musikal Sordam dan Gondang
Sabangunan. Biasanya ada sekitar tujuh macam cara musik ritual Batak untuk
memainkan tarian patung Sigale-gale ini.
Atraksi
tarian Sigale-gale, dilengkapi dengan 8-10 orang penari yang mengiringinya.
Mereka akan menari tor-tor sesuai musik meskipun fokus utama tetap pada patung
Sigale-gale.
Patung
Sigale-gale yang terbuat dari kayu dan mengenakan pakaian adat Batak Toba
lengkap dapat meliuk-liuk mengikuti alunan musik.
Boneka
setinggi 1,5 meter itu bergerak dan menciptakan kesan seperti manusia hidup.
Kepalanya bisa berputar ke samping kanan dan kiri, mata dan lidahnya dapat
bergerakm kedua tangannya dapat menari tor-tor.
Patung ini
juga dapat menurunkan badannya seperti saat manusia berjongkok saat sedang
menari. Padahal, semua gerakan itu dilakukan di atas peti mati yang merupakan
tempat penyimpanan boneka Sigale-gale setelah dimainkan.
Sigal-gale
dimainkan oleh dua hingga tiga orang dalang yang ada dibelakangnya dengan
menarik jalur-jalur tali secara anatomis. Konon, dulunya hanya butuh seorang
dalang untuk memainkan patung ini. Dahulu,
menarikan Patung Sigale-gale tidak membutuhkan jalur tali untuk
menggerakkannya. Patung ini dihidupkan oleh kekuatan gaib dalang yang disebut gana-ganaan. Seorang
dalang legendaris yang terkenal adalah Raja Gayus Rumoharbo dari kampung
Garoga, Tomok. Dia pernah tampil pada festival Sigale-gale di Pematang Siantar
sekitar tahun 1930-an.
Raja Gayus
dikenal mampu membuat patung yang dibuatnya sendiri itu dapat mengeluarkan air
mata dan bisa mengusap ulos yang ada dibahu Sigale-gale. Namun, hingga kini
misteri teknik mengeluarkan air mata itu masih belum terkuak. Patung yang
dimainkan oleh Raja Gayus dikabarkan saat ini berada di Belanda. Satu boneka
lagi disimpan di Museum Nasional Jakarta pada bagian khusus kebudayaan
Batak. Di
kampung-kampung Samosir, cerita mistis pembuatan patung Sigale-gale masih
lestari terutama di Garoga. Kampung yang berjarak sekitar 3 Kilometer itu
sebenarnya tidak dapat dipastikan sebagai latar munculnya Sigale-gale. Kapung
Siallagan dan Ambarita juga memiliki kisah asal usul patung Sigale-gale. Kisah
mistis dan seram dalam pembuatan patung ini juga santer terdengar. Sang
pematung dipercaya akan menjadi tumbal setelah menyelesaikan pembuatan
Sigale-gale. Pematung atau dikenal dengan sebutan Datu Panggana diyakini akan
meninggal.
Kemungkinan
dengan adanya kepercayaan itu, pembuatan patung Sigale-gale menjadi sangat
ekslusif dan tidak banyak. Kini pembuatan patung itu dikerjakan oleh lebih dari
satu orang karena diyakini dapat menghindari tumbal. Patung yang
dibuat dari kayu ingul dan kayu nangka ini biasanya tidak boleh diletakkan di
dalam rumah. Pembuat Sigale-gale akan menyimpan di tempat khusus di tengah
persawahan yang disebut Sopo Balian.
Salah satu
versi kisah patung fenomenal ini berawal dari seorang Raja bernama Tuan Rahat
yang sangat bijaksana di Huta Samosir, Toba. Raja ini hanya memiliki seorang
anak yang diberi nama Manggale.
Kala itu, di
wilayah Sumatra masih sering terjadi peperangan antar kerajaan. Sang Raja
menugaskan anak sematawayangnya untuk ikut berperang melawan musuh.
Nahas
terjadi pada sang putra mahkota. Dia gugur di medan perang dan meninggalkan
duka mendalam bagi Raja serta masyarakatnya.
Rajapun terpukul
hatinya akibat kematian putranya itu. Tak pelak, raja jatuh sakit akibat begitu
dalam rasa kehilangan yang dideritanya.
Melihat Sang
Raja kian kritis, penasehat kerajaan memanggil 'orang pintar' untuk mengobati
penyakit padukanya. Beberapa Datu atau dukun yang dipanggil mengatakan
bahwa paduka sakit akibat memendam rindu pada putranya.
Salah satu Datu
itupun mengusulkan kepada penasehat kerajaan agar dibuatkan patung kayu yang
dipahat menyerupai wajah Manggale. Kemudian, saran itu dilakukan di sebuah
hutan belantara.
Saat patung
itu rampung dipahat, penasehat kerajaan menggelar upacara pengangkatan patung
Manggale ke istana kerajaan. Datu menggelar upacara ritual dengan meniup
Sordam dan memanggil roh sang putra mahkota.
"Kemudian
roh Manggale dimasukkan ke dalam patung yang menyerupai jasadnya," begitu
masyarakat setempat menceritakan kisah asal mula Patung Sigale-gale.
Patung
Manggale diangkut dari pondok tempat dibuat patung ini di dalam hutan menuju ke
istana dengan iringan suara Sordam dan Gondang Sabangunan.
Sordam dan Gondang Sabangunan
merupakan alat musik yang dimainkan untuk memohon berkat dari roh para leluhur
di Batak Toba.
Setibanya
rombongan di istana, Sang Raja tiba-tiba pulih dari sakitnya. Kesembuhan raja
akibat menyaksikan patung tersebut benar-benar mirip dengan wajah putra
kesayangannya.
Patung
tersebut kemudian dinamainya Sigale-gale. Sang Raja berpesan agar patung
tersebut ditempatkan cukup jauh dari rumah yakni di Sopo Balian.
Nantinya,
saat upacara kematian Manggale, patung itu dapat dijemput untuk menari di
samping jenazah putra mahkota. Untuk itulah pertunjukkan Sigale-gale hanya
disuguhkan kepada raja yang kehilangan keturunannya.
Akan tetapi,
kebiasaan raja tersebut diperluas bagi setiap orang yang tidak memiliki
keturunan. Siapapun yang sengaja memesan patung Sigale-gale untuk alasan
tersebut dinamakan dengan Papurpur Sapata yang artinya menabur janji.
Ketika
kematian sudah tak terelakkan, Sigale-gale dengan tariannya menjadi layaknya
obat impian yang pernah kandas bagi orang-orang yang tidak mempunyai keturunan
sampai pada upacara kematiannya.
Post a Comment for "Wisata Danau Toba: Sigale-gale, Sebuah Tarian Kematian"